BAB I
INDUSTRI JASA KEUANGAN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup
perusahaan sektor industri jasa
2.
Mejelaskan
pengertiandan ruang lingkup perusahaaan sektor
industri keuangan
3.
Menyebutkan
peraturan perundangan yang berlaku di sektor
industri keuangan
4. Mengidentifikasi jenis-jenis profesi di sektor industri keuangan
B. URAIAN MATERI
1.
Pengertian
Perusahaan Jasa
Perusahaan
jasa merupakan unit usaha yang kegiatannya memproduksi produk yang tidak berwujud (jasa) dengan maksud
meraih keuntungan. Akan tetapi,
perusahaan jasa juga membutuhkan produk berwujud
dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya. Misalnya,
perusahaan angkutan menawarkan jasa transportasi
kepada masyarakat. Untuk mendukung usahanya, perusahaan membutuhkan sarana
transportasi berupa mobil ataubus.
Perusahaan jasa adalah perusahaan yang menjual jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan kata lain, perusahaan jasa menjual “barang” tidak berwujud. Dalam ilmu ekonomi, jasa atau layanan adalah aktivitas ekonomi yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transferkepemilikan.
Banyak ahli
yang mendefinisikan “jasa” diantaranya adalah , Phillip Kotler , mengatakan setiaptindakan atau
unjuk kerjayang ditawarkan oleh
salahsatu pihak ke pihak lain yang secara prinsip
intangibel dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa
terkait dan bisa
juga tidak terikat
pada suatu produk-fisik.
Adrian Payne,
mengatakan aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai
atau manfaat) intangibel yang berkaitan dengannya, yang melibatkan
sejumlah interaksi dengan
konsumen atau dengan
barang-barang milik, tetapi
tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan dalam kondisi
bisa saja muncul
dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk-fisik.
Christian Gronross, yaitu proses
yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun
tidak harus selalu)
terjadi pada interaksi
antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang
dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi
atas masalah pelanggan”. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan kerapkali terjadi dalam
jasa, sekalipun pihak-pihak yang terlibat mungkin tidak menyadarinya. Selain
itu, dimungkinkan ada situasi di mana pelanggan sebagai individu tidak
berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa.
Berdasarkan beberapa definisi di atas,
perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatannya menyediakan berbagai
pelayanan seperti kemudahan, keamanan, atau kenikmatan kepada masyarakat yang
memerlukannya, maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
- Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik.
- Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.
- Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.
- Produk yang ditawarkan berupa benda tidak berwujud (jasa). Jasamerupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, tetapi manfaatnya bisa dirasakan.
- Perusahaan dan konsumen kesulitan untuk mengukur tingkat harga jasa. Tingkat harga merupakan sesuatu yang bersifat tidak mutlak karena mahal atau tidaknya harga yang ditetapkan perusahaan tergantung tingkat kepuasan konsumen.
- Produk yang ditawarkan tidak bisa disimpan dalam bentuk persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada perusahaan tempat konsumen membeli jasa.
- Jadi,dapatdisimpulkanbahwapengertiansektorindustrijasaadalahpelayanan yang diberikan kepada konsumen berupa jasa tanpa merubah atau perpindahan kepemilikan yang berlangsung pada sektor-sektor jasa tersebut.
2.
Karakteristik Jasa
Seringkali dikatakan bahwa
jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari barang atau
produk –produk manufaktur. Empat karakteristik
yang paling sering dijumpai dalam jasa dan pembeda dari barang pada
umumnya.
a.
Tidak berwujud.
Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak
dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti
yang dapat dirasakan dari suatu barang.
b.
Heteregonitas.
Jasa merupakan variabel non – standar
dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa
itu berupa suatu unjuk kerja, maka tidak ada hasil jasa yang sama walaupun
dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia
(karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang
menyertai interaksi tersebut.
c.
Tidak
dapat dipisahkan
Jasa umumnya dihasilkan dan
dikonsumsi pada saatyang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam
proses tersebut. Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya,
sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.
d.
Tidak tahan lama.
Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana ia membeli jasa.
3.
Akuntansi
Perusahaan Jasa
Tahap pertama
adalah tahap pengidentifikasian yaitu mengidentifikasi transaksi-transaksi yang
mengakibatkan perubahan posisi keuangan perusahaan. Selanjutnya tahap kedua
adalah tahap pencatatan yaitu mencatat semua bukti-
bukti transaksi yang telah dianalisis ke dalam jurnal umum. Setelah
selesai, tahap berikutnya adalah
tahap penggolongan yaitu menggolongkan dan memposting pos-pos jurnal ke akun
masing-masing dalam buku besar untuk menghitung jumlah/nilai dari tiap-tiap
jenis akun.
Pada akhir
periode, memasuki tahap pengikhtisaran, saldo akun-akun dalam buku besar disusun
dalam suatu daftar yang disebut
neraca saldo guna memeriksa
keseimbangan antara jumlah
saldo debet dan saldo kredit
akun-akun buku besar. Neraca saldo ini juga mengawali
penyusunan neraca lajur. Saldo-saldo akun yang desusun dalam neraca saldo tadi
masih bersifat sementara, karena belum menunjukkan
saldo yang sesungguhnya. Agar saldo menunjukkan saldo yang
sesungguhnya, maka perlu penyesuaian dengan berdasar pada
informasi pada akhir periode. Dengan penyesuaian ini akan memberikan gambaran jumlah pendapatan dan beban selama satu periode
dan saldo harta dan hutang yang sesungguhnya pada akhir periode. Berdasarkan neraca saldo dan
penyesuaian itu, diselesaikanlah neraca lajur
yang merupakan konsep
untuk membantu mempermudah penyusunan laporankeuangan.
Neracalajurinimemuat lajur:Neracasaldo,Penyesuaian,Ikhtisar
Rugi Laba dan Neraca.
Lajur ikhtisar rugi laba diisi dari neraca saldo disesuaikan, khusus akun nominal atau akun pendapatan dan beban. Setelah itu, lajur debet dan kredit dijumlahkan. Jika debet lebih besar daripada jumlah kredit, maka selisihnya disebut saldo rugi, dan sebaliknya. Saldo rugi bersifat mengurangi modal sedangkan saldo laba akan menambah modal. Dalam lajur neraca diisi dari angka neraca saldo disesuaikan, khusus akun harta, utang dan modal. Apabila lajur debet dan kredit dijumlahkan dan ditambah pindahan saldo rugi/ laba, maka jumlah debet dan kredit kolom neraca sama. Akun pendapatan, beban dan prive merupakan akun nominal atau sementara, sehingga harus dipindahkan kea kun modal melalui ikhtisar rugi laba ke dalam jurnal penutup, sehingga akun yang bersifat sementara tadi akan bersaldo nol. Setelah itu, untuk memeriksa keseimbangan jumlah saldo debet dan kredit akun-akun buku besar setelah penutupan, maka disusunlah neraca saldo setelah penutupan yang berisi akun-akun riil saja (harta, utang dan modal ).Tahap akhir dari proses akuntansi adalah tahap pelaporan, yaitu menyusun laporan keuangan yang terdiri dari laporan Rugi Laba, laporan Perubahan modal dan Laporan Neraca, yang diambil berdasarkan neraca lajur. Pada awal periode perlu diperiksa akun-akun yang tidak disusun secara proses akuntansi berlangsung, tetapi muncul pada saat penyesuaian. Untuk menjaga konsistensi tekhnik pembukuan dan menghindari kemungkinan kesalahan, maka akun-akun ini perlu dihapuskan dan menghidupkan kembali akun yang dipakai dalam proses pencatatan. Proses ini dicatat dalam jurnal pembalik dengan cara mencatat balik penyesuaiannya.
4.
Bank
dan Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan
adalah suatu badan yang bergerak
dibidang keuangan untuk menyediakan jasa bagi nasabah
atau masyarakat. Lembaga
Keangan memiliki fungsi utama
ialah sebagai lembaga yang dapat menghimpun dana nasabah atau masyarakat
ataupun sebagai lembaga yang menyalurkan dana pinjaman untuk nasabah atau masyarakat.
Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi kedalam
2 kelompok yaitu lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.
1.
Lembaga
Keuangan Bank
•
Bank Sentral
•
Bank Umum
•
BPR
2.
Lembaga
Keuangan Bukan Bank
•
Pasar Modal
•
Pasar
Uang dan Valas
•
Koperasi
Simpan Pinjam
•
Pengadaian
•
Leasing
•
Asuransi
•
Anjak Piutang
•
Modal Ventura
•
Dana Pensiun
•
Dll
Di Indonesia
Bank Indonesia yang mempunyai peran sebagai Bank Sentral. Bank sentral memiliki tanggung jawab terhadap setiap
kebijakan moneter yang diberlakukan oleh setiap
negara yang memiliki
lembaga ini. Dibandingkan dengan perbankan lainnya maka bank sentral tidak memiliki kepentingan profit dalam
menjalankan tugasnya karena bank sentral memiliki tugas sebagai penjaga
kebijakan moneter dari pemerintahan yang sangat berbeda jelas dengan bank bank
konvensional di setiap negara. Tugas dari bank sentral yang utama yaitu menjaga
kestabilan dari nilai kurs dalam negeri dalam hal ini kurs mata uang dari suatu negara,
menjaga kestabilan bisnis
perbankan dan juga sistem perekonomian negara secara menyeluruh
sehingga bank sentral menjadi lembaga yang penting dari suatu negara.
Bank umum
merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani
masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank
umum juga dikenal dengan bank komersial dan dikelompokan ke dalam 2 jenis yaitu
bank umum devisa dan bank umum non devisa. Bank umum
yang berstatus devisa
memiliki produk yang
lebih luas daripada bank non devisa, antara lain
dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing
atau jasa bank ke luar negeri.
Bank pengkreditan rakyat merupakan bank yang khusus
melayani masyarakat kecildikecamatandanpedesaan. BPRiniberasaldaribankdesa,bank pasar,lumbung desa, bank pegawai, dan
bank lainnya yang kemudian dilebur menjadi BPR. Jenis produk yang ditawarkan
oleh BPR relatif sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan
ada beberapa jenis
jasa bank yang
tidak boleh diselenggarakan oleh BPR, seperti giro dan
ikutkliring.
Pasar Modal
pasar tempat pertemuan dan melakukan transaksi antara pencari dana
(emiten) dengan para penanam modal (Investor). Dalam pasar modal yang diperjualbelikanadalahefek-efeksepertisahamdanobligasi(modaljangka panjang)
Pasar uang
(money Market) sama halnya dengan pasar modal, yaitu pasar tempat memperoleh
dana dan investasi dana. Hanya bedanya modal yang
ditawarkan dipasar uang
adalah berjangka waktu
pendek. Dipasar ini transaksi lebih banyak dilakukan dengan mengunakakn media elektronika, sehingan
nasabah tidak perlu datang
secara langsung.
Koperasi
simpan pinjam membuka usaha bagi para anggotanya untuk menyimpan uang yang
sementara belum digunakan. Oleh petugas koperasi uang tersebut dipinjamkan
kembali kepada para anggota yang membutuhkanya.
Perusahaan
penggadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan pasilitas pinjaman
dengan fasilitas jaminan tertentu. Nilai jaminan menentukan besarnya nilai
pinjaman. Sementara ini usaha pengadaian ini secara resmi masih dilakukan oleh
pemerintah.
Perusahaan
sewa guna (leasing) bidang usahanya lebih ditekankan kepada pembiayaan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Sebagai
contoh: jika seseorang ingin memperoleh barang
barang-barang modal secara
kredit maka kebutuhan ini pembayaranya dapat ditutupi oleh perusahaan lasing.
Pembayaran oleh nasabah diangsur
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Perusahaan
asuransi merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanggungan. Setiap
nasabah diberikan polis asuransi yang harus dibayar
sesuai dengan perjanjian dan perusahaan asuransi akan menanggung
kerugian dengan menggantikanya apabila nasabahnya terkena musibahatau terkena
resiko seperti yang telah diperjanjikanya.
Anjakpiutang (factoring)dimana usahanya adalahmengambilalihpembayaran
kredit suatu perusahaan dengan cara membeli
kredit bermasalah perusahaan lain. Atau dapat pulah mengelola penjualan kredit perusahaan yang memerlukanya.
Perusahaan
modal ventura merupakan pembiayaan oleh perusahaan- perusahaan yang usahanya
mengandung resiko tinggi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan berupa kredit
tanpa ada jaminan.
Dana Pensiun
merupakan perusahaan yang kegiatanya mengelola dana pensiun suatu perusahaan
pemberi kerja arau perusahaan itu sendiri.
5. Peraturan Pemerintah tentang lembaga keuangan
a.
Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentangPerbankan
Dalam
pengaturan di Undang-Undang Perbankan, keterkaitan dengan pembentukan RUU
tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terdapat pada LKM yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Dalam Undang-Undang Perbankan,
pengaturan mengenai
BPR merujuk pada beberapa
pasal, yaitu: Pasal 13, Pasal 16,
Pasal 19, dan Pasal 29. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Perbankan, usaha BPR
meliputi:
a.
menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu;
b.
memberikan kredit;
c.
menyediakan pembiayaan dan penempatan dana
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.;
d.
menempatkan dananya
dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito
dan/atau tabungan pada bank
lain.
Selanjutnya
dalam melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
wajib, Pasal 16 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa BPR terlebih dahulu
memperoleh izin usaha Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia,
kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri, dimana persyaratan yang wajib dipenuhi paling sedikit memuat:
a.
susunan
organisasi dan kepengurusan;
b.
permodalan;
c.
kepemilikan;
d.
keahlian
di bidang Perbankan;
e.
kelayakan rencana kerja.
Selanjutnya, menurut
Pasal 29 Undang-Undang Perbankan, pembinaan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank
Indonesia, dimana terkait ini, BPR wajib memelihara tingkat kesehatan bank
sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
b.
Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian
Dalam hal LKM yang dibentuk berupa
koperasi, yang dalam hal ini bentuk koperasi yang sesuai dengan LKM adalah
koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam koperasi, pengaturan dalam
Undang-Undang Koperasi yang perlu menjadi perhatian untuk diharmonisasi atau
disinkronisasi dalam wacana pembentukan Undang-Undang LKM adalah beberapa
ketentuan pasal sebagai berikut, yaitu Pasal 1 angka 1, Pasal 9, dan Pasal 44
Undang-Undang Perkoperasian.
Dalam hal
pendirian LKM yang berbentuk koperasi simpan pinjam, menurut Pasal 9
Undang-Undang Koperasi, memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya
disahkan oleh Pemerintah. Selanjutnya, dalam Pasal 44 Undang- Undang Perkoperasian menyatakan bahwa dalammenjalankan usahanya, Koperasi
dapat melaksanakan usaha simpan pinjam, dengan cara menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan
usaha simpan pinjam
dari dan untuk:
1.
anggota
Koperasi yang bersangkutan;
2.
koperasi
lain dan/atau anggotanya.
Pada
prinsipnya, pengaturan mengenai kegiatan Koperasi Simpan Pinjam atau unit simpan pinjam
koperasi belum diatur secara detil dalam undang-undang tersendiri, namun sebagai
peraturan pelaksana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.
Substansi-substansi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 memuat
definisi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), bentuk organisasi, pendirian,
permodalan, dan pembinaan. Definisi KSP menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 adalah
koperasiyang kegiatannya hanya
usaha simpan pinjam.
Bentuk
organisasi dari KSP menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 dinyatakan bahwa kegiatan usaha simpan pinjam
hanya dilaksanakan oleh
Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, dimana bentuk keduanya dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Selanjutnya, dalam hal pendirian, menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995, dinyatakan bahwa Pendirian
Koperasi Simpan Pinjam
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan
Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Dimana permintaan
pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan dengan tambahan
lampiran:
1.
rencana kerja sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun;
2.
administrasi
dan pembukuan;
3.
nama
dan riwayat hidup calon Pengelola;
4. daftar sarana kerja.
c.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Menjadi Undang-Undang.
Pada prinsipnya LKM yang berbentuk BPR, menjadi obyek dalam Undang-
Undang LPS. Hal ini dapat
dilihat pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang LPS, yang menyatakan bahwa Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan. Mengingat hal itu, maka ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang LPS berlaku
pula untuk BPR, yang di satu
sisi merupakan salah satu bentuk dari LKM. Adapun beberapa ketentuan pasal
dalam Undang-Undang LPS yang perlu
menjadi perhatian bagi pembentukan Undang-Undang LKM, khususnya LKM yang
berbentuk BPR, yaitu ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang LPS.
Dalam Pasal 8 Undang-Undang LPS, dinyatakan bahwa setiap Bank, termasuk
diantaranya BPR, yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik
Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan.
Selanjutnya
untuk melengkapi kewajiban BPR sebagai peserta penjaminan, dalam Pasal 9
Undang-Undang LPS, BPR wajib :
a.
menyerahkan
dokumen sebagai berikut:
1). salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank; 2). salinan dokumen perizinan bank;
3).
surat
keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPP yang dilengkapi
dengan data pendukung;
4).
surat pernyataan dari direksi,
komisaris, dan pemegang saham bank, yang memuat:
a.) komitmen
dan kesediaan direksi,
komisaris, dan pemegang saham bank untuk mematuhiseluruhketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS;
b.)
kesediaan untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum
yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank;
c.) kesediaan
untuk melepaskan dan menyerahkan kepada
LPS segala hak, kepemilikan,
kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila bank menjadi Bank Gagal dan
diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi;
b.
membayar kontribusi kepesertaan
sebesar 0,1% (satu perseribu) dari modal sendiri (ekuitas) bank pada akhir tahun fiskal
sebelumnya atau dari modal disetor bagi bank baru;
c.
membayar premi Penjaminan;
d.
menyampaikan laporan
secara berkala dalam
format yang ditentukan;
e. memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan; dan
f. menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.
d.
Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM)
Dalam
kaitannya dengan pembentukan LKM, dalam Undang-Undang UMKM terdapat beberapa ketentuan pasal yang
perlu menjadi perhatian, terutama terkait
dengan definisi usaha
mikro dan pembiayaan, kriteria usaha mikro,
dan pembiayaan bagi usaha
mikro, yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 11, Pasal 6 ayat
1, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang UMKM.
Definisi usaha mikro yang terdapat dalam Pasal 1 angka
1 adalah Usaha
Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sedangkan pembiayaan, yang merupakan kunci pelaksanaan LKM dalam usaha mikro, menurut Pasal 1 angka 11
didefinisikan sebagai penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia
Usaha, dan masyarakat melalui bank,
koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah.
Selanjutnya,
dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang UMKM, menyatakan kriteria suatu usaha
mikro meliputi sebagai berikut:
a.
memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b.
memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Terkait
dengan pembiayaan untuk usaha mikro, dalam Pasal 21 Undang- Undang UMKM, menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro.
Selain itu, Badan Usaha Milik Negara
dapat pula menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro
dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan,
hibah, dan pembiayaan lainnya. Masih terkait dengan pembiayaan untuk usaha
mikro, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia
Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber
pembiayaan lain yang sah
serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil. Selain itu pula, Pemerintah
dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif
lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia
usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro.
Selanjutnya, dalam Pasal 22 Undang-Undang UMKM, menyatakan bahwa dalam
rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro,
Pemerintah melakukan upaya:
a.
pengembangan
sumber pembiayaan dari kredit perbankan
dan lembaga keuangan bukan bank;
b.
pengembangan
lembaga modal ventura;
c.
pelembagaan
terhadap transaksi anjak piutang;
d.
peningkatan
kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan
e.
pengembangan
sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan
untuk meningkatkan akses Usaha Mikro, dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang
UMKM, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:
a.
menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan
lembaga keuangan bukan bank;
b.
menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan
lembaga penjamin kredit; dan
c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.
e.
Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Tentang Bank Indonesia Menjadi
Undang-Undang (Undang-Undang BI)
Wacana pembentukanUndang-Undang LKM terkaitdengan beberapa
Undang- Undang. Dalam hal keterkaitannya dengan
Undang-Undang Bank Indonesia dapat dilihat dari materi Tugas Mengatur
dan Mengawasi Bank, yang diatur
dalam Pasal 24 sampai dengan
Pasal 35 Undang-Undang BI, yang merupakan salah satu tugas BI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang BI, selain menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter dan mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran
Pada prinsipnya
tugas mengatur dan mengawasi bank, dilakukan oleh BI terhadap semua
kriteria yang didefinisikan bank menurut Pasal 1 angka
5 Undang- Undang BI, yaitu
termasuk BPR dan BPRS, yang mana merupakan salah satu jenis LKM berbentuk bank.
Dalam hal pengawasan terhadap BPR maupun BPRS, berdasarkan amanat Undang-Undang BI, ke depan akan dibentuk lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. Namun demikian sepanjang lembaga pengawasan tersebut belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan BPR/BPRS dilaksanakan oleh Bank Indonesia, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35 Undang-Undang BI.
f.
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Pemerintahan Daerah (Undang-Undang Pemerintahan Daerah)
Dalam hal
keterkaitan pembentukan Undang-Undang LKM dengan Undang- Undang Pemerintahan
Daerah dapat dilihat pada lembaga
kemasyarakatan di desa dan badan usaha milik desa. Lembaga kemasyarakatan di desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211
Undang-Undang Pemerintah Daerah dapat berfungsi untuk membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa,
yang salah satunya
lembaga perbedayaan masyarakat desa yang
menyalurkan pembiayaan berbentuk keuangan mikro.
Selanjutnya untuk mengembangkan potensi dan kebutuhan desa, menurut Pasal 213 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa, yang pendiriannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Badan usaha milik desa ini dalam prakteknya dapat berbentuk Badan Kredit Desa, Badan Usaha Kredit Pedesaan dan bentuk-bentuk lainnya, yang dalam operasionalisasinya dapat menyalurkan kredit/pembiayaan mikro.
g.
Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
(Undang-Undang Perbankan Syariah)
Sama halnya
dengan Undang-Undang Perbankan, keterkaitan Undang- Undang Perbankan Syariah
dengan pembentuan Undang-Undang LKM terletak pada LKM yang berbentuk bank.
Dalam Undang-Undang Perbankan Syari’ah keterkaitan itu terdapat pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang dalam operasionalisasinya menyalurkan
pembiayaan mikro.
Dalam Pasal
1 angka 9 Undang-Undang Perbankan Syariah, definisi BPRSadalah
Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah adalah Bank
Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan untuk pembinaan dan pengawasan terhadap BPRS,
menurut Pasal 50 Undang-Undang Perbankan Syariah, dilakukan oleh Bank
Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar