Minggu, 02 Agustus 2020

Materi Etika Profesi

                               BAB I

INDUSTRI JASA KEUANGAN

A.       TUJUAN PEMBELAJARAN

1.          Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup perusahaan sektor industri jasa

2.          Mejelaskan pengertiandan ruang lingkup perusahaaan sektor industri keuangan

3.          Menyebutkan peraturan perundangan yang berlaku di sektor industri keuangan

4.          Mengidentifikasi jenis-jenis profesi di sektor industri keuangan

B.       URAIAN MATERI

1.          Pengertian Perusahaan Jasa

Perusahaan jasa merupakan unit usaha yang kegiatannya memproduksi produk yang tidak berwujud (jasa) dengan maksud meraih keuntungan. Akan tetapi, perusahaan jasa juga membutuhkan produk berwujud dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya. Misalnya, perusahaan angkutan menawarkan jasa transportasi kepada masyarakat. Untuk mendukung usahanya, perusahaan membutuhkan sarana transportasi berupa mobil ataubus.

Perusahaan jasa adalah perusahaan yang menjual jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan kata lain, perusahaan jasa menjual “barang” tidak berwujud. Dalam ilmu ekonomi, jasa atau layanan adalah aktivitas ekonomi yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transferkepemilikan.


 

Banyak ahli yang mendefinisikan “jasa” diantaranya adalah , Phillip Kotler , mengatakan setiaptindakan atau unjuk kerjayang ditawarkan oleh salahsatu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangibel dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk-fisik.

Adrian Payne, mengatakan aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau manfaat) intangibel yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan dalam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk-fisik.

Christian Gronross, yaitu proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan kerapkali terjadi dalam jasa, sekalipun pihak-pihak yang terlibat mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatannya menyediakan berbagai pelayanan seperti kemudahan, keamanan, atau kenikmatan kepada masyarakat yang memerlukannya, maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1.           Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik.

2.           Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan.

3.           Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.

4.           Produk yang ditawarkan berupa benda tidak berwujud (jasa). Jasamerupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, tetapi manfaatnya bisa dirasakan.

5.           Perusahaan dan konsumen kesulitan untuk mengukur tingkat harga jasa. Tingkat harga merupakan sesuatu yang bersifat tidak mutlak karena mahal atau tidaknya harga yang ditetapkan perusahaan tergantung tingkat kepuasan konsumen.

6.           Produk yang ditawarkan tidak bisa disimpan dalam bentuk persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada perusahaan tempat konsumen membeli jasa.

Jadi,dapatdisimpulkanbahwapengertiansektorindustrijasaadalahpelayanan yang diberikan kepada konsumen berupa jasa tanpa merubah atau perpindahan kepemilikan yang berlangsung pada sektor-sektor jasa tersebut.


 

2.        Karakteristik Jasa

Seringkali dikatakan bahwa jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari barang atau produk –produk manufaktur. Empat karakteristik yang paling sering dijumpai dalam jasa dan pembeda dari barang pada umumnya.

a.         Tidak berwujud.

Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang.

b.        Heteregonitas.

Jasa merupakan variabel non standar dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, maka tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut.

c.         Tidak dapat dipisahkan

Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saatyang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya, sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.

d.        Tidak tahan lama.

Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana ia membeli jasa.


3.        Akuntansi Perusahaan Jasa

Tahap pertama adalah tahap pengidentifikasian yaitu mengidentifikasi transaksi-transaksi yang mengakibatkan perubahan posisi keuangan perusahaan. Selanjutnya tahap kedua adalah tahap pencatatan yaitu mencatat semua bukti- bukti transaksi yang telah dianalisis ke dalam jurnal umum. Setelah selesai, tahap berikutnya adalah tahap penggolongan yaitu menggolongkan dan memposting pos-pos jurnal ke akun masing-masing dalam buku besar untuk menghitung jumlah/nilai dari tiap-tiap jenis akun.

Pada akhir periode, memasuki tahap pengikhtisaran, saldo akun-akun dalam buku besar disusun dalam suatu daftar yang disebut neraca saldo guna memeriksa keseimbangan antara jumlah saldo debet dan saldo kredit akun-akun buku besar. Neraca saldo ini juga mengawali penyusunan neraca lajur. Saldo-saldo akun yang desusun dalam neraca saldo tadi masih bersifat sementara, karena belum menunjukkan saldo yang sesungguhnya. Agar saldo menunjukkan saldo yang


 

sesungguhnya, maka perlu penyesuaian dengan berdasar pada informasi pada akhir periode. Dengan penyesuaian ini akan memberikan gambaran jumlah pendapatan dan beban selama satu periode dan saldo harta dan hutang yang sesungguhnya pada akhir periode. Berdasarkan neraca saldo dan penyesuaian itu, diselesaikanlah neraca lajur yang merupakan konsep untuk membantu mempermudah penyusunan laporankeuangan. Neracalajurinimemuat lajur:Neracasaldo,Penyesuaian,Ikhtisar Rugi Laba dan Neraca.

Lajur ikhtisar rugi laba diisi dari neraca saldo disesuaikan, khusus akun nominal atau akun pendapatan dan beban. Setelah itu, lajur debet dan kredit dijumlahkan. Jika debet lebih besar daripada jumlah kredit, maka selisihnya disebut saldo rugi, dan sebaliknya. Saldo rugi bersifat mengurangi modal sedangkan saldo laba akan menambah modal. Dalam lajur neraca diisi dari angka neraca saldo disesuaikan, khusus akun harta, utang dan modal. Apabila lajur debet dan kredit dijumlahkan dan ditambah pindahan saldo rugi/ laba, maka jumlah debet dan kredit kolom neraca sama. Akun pendapatan, beban dan prive merupakan akun nominal atau sementara, sehingga harus dipindahkan kea kun modal melalui ikhtisar rugi laba ke dalam jurnal penutup, sehingga akun yang bersifat sementara tadi akan bersaldo nol. Setelah itu, untuk memeriksa keseimbangan jumlah saldo debet dan kredit akun-akun buku besar setelah penutupan, maka disusunlah neraca saldo setelah penutupan yang berisi akun-akun riil saja (harta, utang dan modal ).Tahap akhir dari proses akuntansi adalah tahap pelaporan, yaitu menyusun laporan keuangan yang terdiri dari laporan Rugi Laba, laporan Perubahan modal dan Laporan Neraca, yang diambil berdasarkan neraca lajur. Pada awal periode perlu diperiksa akun-akun yang tidak disusun secara proses akuntansi berlangsung, tetapi muncul pada saat penyesuaian. Untuk menjaga konsistensi tekhnik pembukuan dan menghindari kemungkinan kesalahan, maka akun-akun ini perlu dihapuskan dan menghidupkan kembali akun yang dipakai dalam proses pencatatan. Proses ini dicatat dalam jurnal pembalik dengan cara mencatat balik penyesuaiannya.


4.        Bank dan Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan adalah suatu badan yang bergerak dibidang keuangan untuk menyediakan jasa bagi nasabah atau masyarakat. Lembaga Keangan memiliki fungsi utama ialah sebagai lembaga yang dapat menghimpun dana nasabah atau masyarakat ataupun sebagai lembaga yang menyalurkan dana pinjaman untuk nasabah atau masyarakat.

Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi kedalam 2 kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.

1.           Lembaga Keuangan Bank

                         Bank Sentral

                         Bank Umum

                         BPR


 2.           Lembaga Keuangan Bukan Bank

                        Pasar Modal

                        Pasar Uang dan Valas

                        Koperasi Simpan Pinjam

                        Pengadaian

                        Leasing

                        Asuransi

                        Anjak Piutang

                        Modal Ventura

                        Dana Pensiun

                        Dll

 

Di Indonesia Bank Indonesia yang mempunyai peran sebagai Bank Sentral. Bank sentral memiliki tanggung jawab terhadap setiap kebijakan moneter yang diberlakukan oleh setiap negara yang memiliki lembaga ini. Dibandingkan dengan perbankan lainnya maka bank sentral tidak memiliki kepentingan profit dalam menjalankan tugasnya karena bank sentral memiliki tugas sebagai penjaga kebijakan moneter dari pemerintahan yang sangat berbeda jelas dengan bank bank konvensional di setiap negara. Tugas dari bank sentral yang utama yaitu menjaga kestabilan dari nilai kurs dalam negeri dalam hal ini kurs mata uang dari suatu negara, menjaga kestabilan bisnis perbankan dan juga sistem perekonomian negara secara menyeluruh sehingga bank sentral menjadi lembaga yang penting dari suatu negara.

Bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan bank komersial dan dikelompokan ke dalam 2 jenis yaitu bank umum devisa dan bank umum non devisa. Bank umum yang berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas daripada bank non devisa, antara lain dapat melaksanakan jasa yang berhubungan dengan seluruh mata uang asing atau jasa bank ke luar negeri.

Bank pengkreditan rakyat merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecildikecamatandanpedesaan. BPRiniberasaldaribankdesa,bank pasar,lumbung desa, bank pegawai, dan bank lainnya yang kemudian dilebur menjadi BPR. Jenis produk yang ditawarkan oleh BPR relatif sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan ada beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan oleh BPR, seperti giro dan ikutkliring.

Pasar Modal pasar tempat pertemuan dan melakukan transaksi antara pencari dana (emiten) dengan para penanam modal (Investor). Dalam pasar modal yang diperjualbelikanadalahefek-efeksepertisahamdanobligasi(modaljangka panjang)


 

Pasar uang (money Market) sama halnya dengan pasar modal, yaitu pasar tempat memperoleh dana dan investasi dana. Hanya bedanya modal yang ditawarkan dipasar uang adalah berjangka waktu pendek. Dipasar ini transaksi lebih banyak dilakukan dengan mengunakakn media elektronika, sehingan nasabah tidak perlu datang secara langsung.

Koperasi simpan pinjam membuka usaha bagi para anggotanya untuk menyimpan uang yang sementara belum digunakan. Oleh petugas koperasi uang tersebut dipinjamkan kembali kepada para anggota yang membutuhkanya.

Perusahaan penggadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan pasilitas pinjaman dengan fasilitas jaminan tertentu. Nilai jaminan menentukan besarnya nilai pinjaman. Sementara ini usaha pengadaian ini secara resmi masih dilakukan oleh pemerintah.

Perusahaan sewa guna (leasing) bidang usahanya lebih ditekankan kepada pembiayaan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Sebagai contoh: jika seseorang ingin memperoleh barang barang-barang modal secara kredit maka kebutuhan ini pembayaranya dapat ditutupi oleh perusahaan lasing. Pembayaran oleh nasabah diangsur sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.

Perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanggungan. Setiap nasabah diberikan polis asuransi yang harus dibayar sesuai dengan perjanjian dan perusahaan asuransi akan menanggung kerugian dengan menggantikanya apabila nasabahnya terkena musibahatau terkena resiko seperti yang telah diperjanjikanya.

Anjakpiutang (factoring)dimana usahanya adalahmengambilalihpembayaran kredit suatu perusahaan dengan cara membeli kredit bermasalah perusahaan lain. Atau dapat pulah mengelola penjualan kredit perusahaan yang memerlukanya.

Perusahaan modal ventura merupakan pembiayaan oleh perusahaan- perusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan berupa kredit tanpa ada jaminan.

Dana Pensiun merupakan perusahaan yang kegiatanya mengelola dana pensiun suatu perusahaan pemberi kerja arau perusahaan itu sendiri.


5.        Peraturan Pemerintah tentang lembaga keuangan

a.   Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentangPerbankan

Dalam pengaturan di Undang-Undang Perbankan, keterkaitan dengan pembentukan RUU tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terdapat pada LKM yang berbentuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dalam Undang-Undang Perbankan,

pengaturan mengenai BPR merujuk pada beberapa pasal, yaitu: Pasal 13, Pasal 16, Pasal 19, dan Pasal 29. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Perbankan, usaha BPR meliputi:

a.         menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b.         memberikan kredit;

c.             menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.;

d.         menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.

Selanjutnya dalam melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib, Pasal 16 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa BPR terlebih dahulu memperoleh izin usaha Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri, dimana persyaratan yang wajib dipenuhi paling sedikit memuat:

a.         susunan organisasi dan kepengurusan;

b.        permodalan;

c.         kepemilikan;

d.        keahlian di bidang Perbankan;

e.        kelayakan rencana kerja.

Selanjutnya, menurut Pasal 29 Undang-Undang Perbankan, pembinaan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia, dimana terkait ini, BPR wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

 

b.         Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Dalam hal LKM yang dibentuk berupa koperasi, yang dalam hal ini bentuk koperasi yang sesuai dengan LKM adalah koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam koperasi, pengaturan dalam Undang-Undang Koperasi yang perlu menjadi perhatian untuk diharmonisasi atau disinkronisasi dalam wacana pembentukan Undang-Undang LKM adalah beberapa ketentuan pasal sebagai berikut, yaitu Pasal 1 angka 1, Pasal 9, dan Pasal 44 Undang-Undang Perkoperasian.

Dalam hal pendirian LKM yang berbentuk koperasi simpan pinjam, menurut Pasal 9 Undang-Undang Koperasi, memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah. Selanjutnya, dalam Pasal 44 Undang- Undang Perkoperasian menyatakan bahwa dalammenjalankan usahanya, Koperasi dapat melaksanakan usaha simpan pinjam, dengan cara menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk:

1.           anggota Koperasi yang bersangkutan;

2.           koperasi lain dan/atau anggotanya.

Pada prinsipnya, pengaturan mengenai kegiatan Koperasi Simpan Pinjam atau unit simpan pinjam koperasi belum diatur secara detil dalam undang-undang tersendiri, namun sebagai peraturan pelaksana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Substansi-substansi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 memuat definisi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), bentuk organisasi, pendirian, permodalan, dan pembinaan. Definisi KSP menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 adalah koperasiyang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.

Bentuk organisasi dari KSP menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 dinyatakan bahwa kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, dimana bentuk keduanya dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder. Selanjutnya, dalam hal pendirian, menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995, dinyatakan bahwa Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Dimana permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan dengan tambahan lampiran:

1.           rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;

2.           administrasi dan pembukuan;

3.           nama dan riwayat hidup calon Pengelola;

4.           daftar sarana kerja.

c.          3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Menjadi Undang-Undang.

Pada prinsipnya LKM yang berbentuk BPR, menjadi obyek dalam Undang-


Undang LPS. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang LPS, yang menyatakan bahwa Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan. Mengingat hal itu, maka ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang LPS berlaku pula untuk BPR, yang di satu sisi merupakan salah satu bentuk dari LKM. Adapun beberapa ketentuan pasal dalam Undang-Undang LPS yang perlu menjadi perhatian bagi pembentukan Undang-Undang LKM, khususnya LKM yang berbentuk BPR, yaitu ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang LPS.

Dalam Pasal 8 Undang-Undang LPS, dinyatakan bahwa setiap Bank, termasuk diantaranya BPR, yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta Penjaminan.

Selanjutnya untuk melengkapi kewajiban BPR sebagai peserta penjaminan, dalam Pasal 9 Undang-Undang LPS, BPR wajib :

a.         menyerahkan dokumen sebagai berikut:

1). salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank; 2). salinan dokumen perizinan bank;

3).         surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPP yang dilengkapi dengan data pendukung;

4).         surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank, yang memuat:

a.) komitmen dan kesediaan direksi, komisaris, dan pemegang saham bank untuk mematuhiseluruhketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS;

b.) kesediaan untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank;

c.) kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila bank menjadi Bank Gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi;

b.         membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% (satu perseribu) dari modal sendiri (ekuitas) bank pada akhir tahun fiskal sebelumnya atau dari modal disetor bagi bank baru;

c.          membayar premi Penjaminan;

d.         menyampaikan laporan secara berkala dalam format yang ditentukan;

e.         memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan; dan

f.          menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor bank atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.


d.         Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM)

Dalam kaitannya dengan pembentukan LKM, dalam Undang-Undang UMKM terdapat beberapa ketentuan pasal yang perlu menjadi perhatian, terutama terkait dengan definisi usaha mikro dan pembiayaan, kriteria usaha mikro, dan pembiayaan bagi usaha mikro, yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 11, Pasal 6 ayat 1, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-Undang UMKM.

Definisi usaha mikro yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 adalah Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Sedangkan pembiayaan, yang merupakan kunci pelaksanaan LKM dalam usaha mikro, menurut Pasal 1 angka 11 didefinisikan sebagai penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Selanjutnya, dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang UMKM, menyatakan kriteria suatu usaha mikro meliputi sebagai berikut:

a.         memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b.        memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Terkait dengan pembiayaan untuk usaha mikro, dalam Pasal 21 Undang- Undang UMKM, menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro. Selain itu, Badan Usaha Milik Negara dapat pula menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. Masih terkait dengan pembiayaan untuk usaha mikro, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil. Selain itu pula, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro.

Selanjutnya, dalam Pasal 22 Undang-Undang UMKM, menyatakan bahwa dalam

rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro, Pemerintah melakukan upaya:

a.         pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;

b.        pengembangan lembaga modal ventura;

c.         pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;

d.         peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan

e.         pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan untuk meningkatkan akses Usaha Mikro, dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang UMKM, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:

a.         menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;

b.        menumbuhkan,   mengembangkan,       dan     memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan

c.         memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.


e.         Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Sebagaimana Telah Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Undang-Undang BI)

Wacana pembentukanUndang-Undang LKM terkaitdengan beberapa Undang- Undang. Dalam hal keterkaitannya dengan Undang-Undang Bank Indonesia dapat dilihat dari materi Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank, yang diatur dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 35 Undang-Undang BI, yang merupakan salah satu tugas BI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang BI, selain menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter dan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Pada prinsipnya tugas mengatur dan mengawasi bank, dilakukan oleh BI terhadap semua kriteria yang didefinisikan bank menurut Pasal 1 angka 5 Undang- Undang BI, yaitu termasuk BPR dan BPRS, yang mana merupakan salah satu jenis LKM berbentuk bank.

Dalam hal pengawasan terhadap BPR maupun BPRS, berdasarkan amanat Undang-Undang BI, ke depan akan dibentuk lembaga pengawasan sektor jasa


 

keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-undang. Namun demikian sepanjang lembaga pengawasan tersebut belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan BPR/BPRS dilaksanakan oleh Bank Indonesia, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 35 Undang-Undang BI.

f.           Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Undang-Undang Pemerintahan Daerah)

Dalam hal keterkaitan pembentukan Undang-Undang LKM dengan Undang- Undang Pemerintahan Daerah dapat dilihat pada lembaga kemasyarakatan di desa dan badan usaha milik desa. Lembaga kemasyarakatan di desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 Undang-Undang Pemerintah Daerah dapat berfungsi untuk membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa, yang salah satunya lembaga perbedayaan masyarakat desa yang menyalurkan pembiayaan berbentuk keuangan mikro.

Selanjutnya untuk mengembangkan potensi dan kebutuhan desa, menurut Pasal 213 Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa, yang pendiriannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Badan usaha milik desa ini dalam prakteknya dapat berbentuk Badan Kredit Desa, Badan Usaha Kredit Pedesaan dan bentuk-bentuk lainnya, yang dalam operasionalisasinya dapat menyalurkan kredit/pembiayaan mikro.


g.         Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Undang-Undang Perbankan Syariah)

Sama halnya dengan Undang-Undang Perbankan, keterkaitan Undang- Undang Perbankan Syariah dengan pembentuan Undang-Undang LKM terletak pada LKM yang berbentuk bank. Dalam Undang-Undang Perbankan Syari’ah keterkaitan itu terdapat pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang dalam operasionalisasinya menyalurkan pembiayaan mikro.

Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perbankan Syariah, definisi BPRSadalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan untuk pembinaan dan pengawasan terhadap BPRS, menurut Pasal 50 Undang-Undang Perbankan Syariah, dilakukan oleh Bank Indonesia.


0 komentar:

Posting Komentar